H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah
Meninggalkan dunia yang fana ini dalam keadaan husnul khatimah
merupakan dambaan setiap insan yang beriman, karena hal itu sebagai
bisyarah, kabar gembira dengan kebaikan untuknya. Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu menyebutkan beberapa tanda husnul khatimah dalam kitabnya
yang sangat bernilai Ahkamul Jana`iz wa Bida’uha. Berikut ini kami
nukilkan secara ringkas untuk pembaca yang mulia, disertai harapan dan
doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita termasuk orang-orang yang
mendapatkan husnul khatimah dengan keutamaan dan kemurahan dari-Nya.
Amin!
Pertama: Mengucapkan syahadat ketika hendak meninggal.
Dengan dalil hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menyampaikan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Siapa yang akhir ucapannya adalah kalimat ‘La ilaaha illallah’ ia akan masuk surga.” (HR. Al-Hakim dan selainnya dengan sanad yang hasan [1])
Kedua: Meninggal dengan keringat di dahi.
Buraidah ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu ketika berada di Khurasan
menjenguk saudaranya yang sedang sakit. Didapatkannya saudaranya ini
menjelang ajalnya dalam keadaan berkeringat di dahinya. Ia pun berkata,
“Allahu Akbar! Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Meninggalnya seorang mukmin dengan keringat di dahi.” (HR. Ahmad, An-Nasai, dll. Sanad An-Nasai shahih di atas syarat Al-Bukhari)
Ketiga: Meninggal pada malam atau siang hari Jum’at.
Dengan dalil hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau menyebutkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada seorang muslimpun yang meninggal pada hari Jum’at atau
malam Jum’at, kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad, At-Tirmidz)
Keempat: Syahid di medan perang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Dan janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati bahkan
mereka hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapatkan rizki. Mereka dalam
keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
mereka dan mereka beriang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal
di belakang mereka (yang masih berjihad di jalan Allah) yang belum
menyusul mereka. Ketahuilah tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak
pula mereka bersedih hati. Mereka bergembira dengan nikmat dan karunia
yang besar dari Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 169-171)
Dalam hal ini ada beberapa hadits:
1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bagi orang syahid di sisi Allah ia beroleh enam perkara, yaitu
diampuni dosanya pada awal mengalirnya darahnya, diperlihatkan tempat
duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari kengerian yang
besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman, dinikahkan dengan hurun
‘in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat kepada tujuh
puluh orang dari kalangan kerabatnya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dengan sanad yang shahih)
2. Salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan: Ada
orang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa kaum mukminin
mendapatkan fitnah (ditanya) dalam kubur mereka kecuali orang yang mati
syahid?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Cukuplah
kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah (ujian).” (HR. An-Nasa`i dengan sanad yang shahih)
Kelima: Meninggal di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa
yang terhitung syahid menurut anggapan kalian?” Mereka menjawab, “Wahai
Rasulullah, siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid.” Beliau
menanggapi, “Kalau begitu, syuhada dari kalangan umatku hanya sedikit.”
“Bila demikian, siapakah mereka yang dikatakan mati syahid, wahai
Rasulullah?” tanya para sahabat. Beliau menjawab, “Siapa yang terbunuh
di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal di jalan Allah maka
ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit tha’un maka ia syahid,
siapa yang meninggal karena penyakit perut maka ia syahid, dan siapa
yang tenggelam ia syahid.” (HR. Muslim)
Keenam: Meninggal karena penyakit tha’un.
Selain disebutkan dalam hadits di atas juga ada hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tha’un adalah syahadah bagi setiap muslim.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tha’un, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepadanya: “Tha’un
itu adalah adzab yang Allah kirimkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Maka Allah jadikan tha’un itu sebagai rahmat bagi kaum mukminin. Siapa
di antara hamba (muslim) yang terjadi wabah tha’un di tempatnya berada
lalu ia tetap tinggal di negerinya tersebut dalam keadaan bersabar,
dalam keadaan ia mengetahui tidak ada sesuatu yang menimpanya melainkan
karena Allah telah menetapkan baginya, maka orang seperti ini tidak ada
yang patut diterimanya kecuali mendapatkan semisal pahala syahid.” (HR. Al-Bukhari)
Ketujuh: Meninggal karena penyakit perut, karena tenggelam, dan tertimpa reruntuhan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Syuhada
itu ada lima, yaitu orang yang meninggal karena penyakit tha’un, orang
yang meninggal karena penyakit perut, orang yang mati tenggelam, orang
yang meninggal karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang gugur di jalan
Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Kedelapan: Meninggalnya seorang ibu dengan anak yang masih dalam kandungannya.
Berdasarkan hadits Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu. Ia mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa syuhada dari umatnya di antaranya:
“Wanita yang meninggal karena anaknya yang masih dalam kandungannya
adalah mati syahid, anaknya akan menariknya dengan tali pusarnya ke
surga.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, dan Ath-Thayalisi dan sanadnya shahih)
Kesembilan: Meninggal dalam keadaan berjaga-jaga (ribath) fi sabilillah.
Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu menyebutkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Berjaga-jaga (di jalan Allah) sehari dan semalam lebih baik daripada
puasa sebulan dan shalat sebulan. Bila ia meninggal, amalnya yang biasa
ia lakukan ketika masih hidup terus dianggap berlangsung dan diberikan
rizkinya serta aman dari fitnah (pertanyaan kubur).” (HR. Muslim)
Kesepuluh: Meninggal dalam keadaan beramal shalih.
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Siapa yang mengucapkan La ilaaha illallah karena mengharapkan wajah
Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga.
Siapa yang berpuasa sehari karena mengharapkan wajah Allah yang ia
menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang
bersedekah dengan satu sedekah karena mengharapkan wajah Allah yang ia
menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga.” (HR. Ahmad, sanadnya shahih)
Kesebelas: Meninggal karena mempertahankan hartanya yang ingin dirampas orang lain.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka ia syahid.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Datang seseorang kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah,
apa pendapatmu bila datang seseorang ingin mengambil hartaku?” Beliau
menjawab, “Jangan engkau berikan hartamu.” Ia bertanya lagi, “Apa
pendapatmu jika orang itu menyerangku?” “Engkau melawannya,” jawab
beliau. “Apa pendapatmu bila ia berhasil membunuhku?” tanya orang itu
lagi. Beliau menjawab, “Kalau begitu engkau syahid.” “Apa pendapatmu
jika aku yang membunuhnya?” tanya orang tersebut. “Ia di neraka,” jawab
beliau. (HR. Muslim)
Keduabelas: Meninggal karena membela agama dan mempertahankan jiwa/membela diri.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Siapa
yang meninggal karena mempertahankan hartanya maka ia syahid, siapa
yang meninggal karena membela keluarganya maka ia syahid, siapa yang
meninggal karena membela agamanya maka ia syahid, dan siapa yang
meninggal karena mempertahankan darahnya maka ia syahid.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa`i, dan At Tirmidzi dari Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dan sanadnya shahih)
Wallahu a’lam bishshawab.
1. Penghukuman hadits ini dari Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam kitab yang sama.
2. Satu pendapat menyebutkan bahwa tha’un adalah
luka-luka semacam bisul bernanah yang biasa muncul di siku, ketiak,
tangan, jari-jari dan seluruh tubuh, disertai dengan bengkak serta sakit
yang sangat. Luka-luka itu keluar disertai rasa panas dan menghitam
daerah sekitarnya, atau menghijau ataupun memerah dengan merah lembayung
(ungu) yang suram. Penyakit ini membuat jantung berdebar-debar dan
memicu muntah. (Lihat Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/425) Penjelasan
lain tentang tha’un bisa dilihat dalam Fathul Bari, 10/222,223) -pent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar