H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah
Ada banyak harapan ketika kita masuk dalam sebuah lembaga dakwah.
Tak hanya ukhuwah, tapi juga ilmu dan amal tentunya. Bersama sahabat,
kita bersama memperjuangkan ketinggian Islam. Tapi, sudahkah amal yang
kita perbuat diiringi dengan ilmu? Jangan-jangan, kita begitu terlarut
dalam berbagai program yang ingin terlaksana, tapi kita sendiri kropos,
roboh? Seringkali kita melupakan ini, ketika kita sibuk menerangi orang
lain, tapi kita lupa menerangi diri… seperti lilin yang menerangi
sekitarnya, tapi justru membakar dirinya sendiri?
Amal harus dilandasi dengan ilmu
Allah memberikan kita dua pilihan, melakukan kebaikan atau keburukan,
dan kita sebagai manusia memiliki potensi untuk melakukan
keduanya. Karena itulah, Allah meminta kita untuk senantiasa mensucikan
diri, melakukan berbagai amalan harian yang membeningkan hati kita dan
membersihkannya dari noda dosa…
Allah mengilhamkan kepada jiwa
manusia (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya. (QS. Asy-Syams (91): ayat 8,9,10)
Hidup adalah
pilihan, seperti itulah kira-kira. Untuk menjadi biasa, tidak biasa atau
manusia luar biasa, kita dibebaskan untuk memilihnya.
Manusia seperti
Rasulullah, dan sahabat-sahabat terbaik di zamannya adalah contoh
manusia luar biasa. Mereka memilih jalan ketakwaan dan meninggalkan
kefasikan. Mereka adalah manusia-manusia yang senantiasa menyebarkan
kebaikan berlandaskan ilmu, berlandaskan Al Qur’an dan sunnah… jalan
yang mereka tempuh pun bukan jalan yang mudah tanpa hambatan, tapi jalan
yang penuh liku. Itulah mengapa mereka membekali diri mereka dengan
ilmu sebagai landasan mereka bergerak… agar mereka tak salah melangkah,
dan agar tak mudah terjerumus ke jalan yang salah…
Orang-orang
shalih di masa dahulu mengatakan “Seandainya para raja dan anak-anak
raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majelis
ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang”.
Lihatlah, betapa mahalnya harga ilmu dan dzikir. Sayangnya hal ini
tidak bisa dirampas, tetapi harus diikuti prosesnya, dihayati dan
diperjuangkan. Maka untuk menuntut ilmu dan melakukan sebuah amal pun
memerlukan perjuangan, kesabaran dan keistiqamahan. Namun yakinlah,
bahwa waktu yang kita gunakan untuk menuntut ilmu bukanlah waktu yang
sia-sia, melainkan Allah berikan padanya pahala yang berlipat ganda dan
meningkatkan derajatnya (Al Mujadillah: 11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar