DAN TIADA SEORANG PUN YANG DAPAT MENGETAHUI DI BUMI MANA DIA AKAN MENINGGAL DUNIA - PASTIKAN ANDA SEBAGAI PESERTA YANG MENDAPAT LAYANAN JENAZAH ARRAFIIYAH - DAFTARKAN SEGERA DAN BERGABUNGLAH BERSAMA KAMI

Minggu, 15 Juli 2012

Kemaksiatan dan Pengaruhnya

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

Sesungguhnya jika seorang hamba melakukan dosa, maka terbentuklah noda hitam dalam hatinya. Jika ia melepaskan dosa, istighfar dan taubat, bersihlah hatinya. Ketika mengulangi dosa lagi, bertambahlah noda hitamnya, sehingga menguasai hati. Itulah Roon (rona) yang disebutkan dalam Al-Qur’an, “Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (HR At-Tirmidzi).
Maksiat dan dosa mempunyai pengaruh yang sangat dahsyat dalam kehidupan umat manusia. Bahayanya bukan hanya berpengaruh di dunia tetapi sampai dibawa ke akhirat. Bukankah Nabi Adam a.s. dan istrinya Siti Hawwa dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia karena dosa yang dilakukannya? Dan demikianlah juga yang terjadi pada umat-umat terdahulu.

Disebabkan karena dosa, penduduk dunia pada masa Nabi Nuh a.s. dihancurkan oleh banjir yang menutupi seluruh permukaan bumi. Karena maksiat, kaum ‘Aad diluluhlantakkan oleh angin puting beliung. Karena ingkar pada Allah, kaum Tsamud ditimpa oleh suara yang sangat keras memekakkan telinga sehingga memutuskan urat-urat jantung mereka dan mati bergelimpangan. Karena perbuatan keji kaum Luth, buminya dibolak-balikkan dan semua makhluk hancur, sampai malaikat mendengar lolongan anjing dari kejauhan. Kemudian diteruskan dengan hujan bebatuan dari langit yang melengkapi siksaan bagi mereka. Dan kaum yang lain akan mendapatkan siksaan yang serupa. Jika tidak terjadi di dunia, maka di akhirat akan lebih pedih lagi. (Al-An’am: 6)

Desember 2005 duniapun telah menyaksikan musibah yang maha dahsyat terjadi di Asia: Tsunami menghancurkan ratusan ribu umat manusia. Terbesar menimpa Aceh. Semua itu harus menjadi pelajaran yang mendalam bagi seluruh umat manusia, bahwa Allah Maha Kuasa. Disebutkan dalam musnad Imam Ahmad dari hadits Ummu Salamah, Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Jika kemaksiatan sudah mendominasi umatku, maka Allah meratakan adzab dari sisi-Nya”. Saya berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang-orang shalih?” Rasulullah menjawab,”Betul.” “Lalu bagaimana dengan mereka?” Rasul menjawab, “Mereka akan mendapat musibah sama dengan yang lain, kemudian mereka mendapatkan ampunan dan keridhaan Allah.”

Akar Kemaksiatan

Semua kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia, baik yang besar maupun yang kecil, bermuara pada tiga hal. Pertama; terikatnya hati pada selain Allah, kedua; mengikuti potensi marah, dan ketiga; mengikuti hasrat syahwat. Ketiganya adalah syirik, zhalim, dan keji. Puncak seseorang terikat pada selain Allah adalah syirik dan menyeru pada selain Allah. Puncak seseorang mengikuti amarah adalah membunuh; dan puncak seseorang menuruti syahwat adalah berzina. Demikianlah Allah swt. menggabungkan pada satu ayat tentang sifat ‘Ibadurrahman, ”Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (Al-Furqaan: 68)

Dan ciri khas kemaksiatan itu saling mengajak dan mendorong untuk melakukan kemaksiatan yang lain. Orang yang berzina maka zina itu dapat menyebabkan orang melakukan pembunuhan; dan pembunuhan dapat menyebabkan orang melakukan kemusyrikan. Dan para pembuat kemaksiatan saling membantu untuk mempertahankan kemaksiatannya. Setan tidak akan pernah diam untuk menjerumuskan manusia untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. Setan senantiasa mengupayakan tempat-tempat yang kondusif untuk menjadi sarang kemaksiatan.

Oleh karena itu agar terhindar dari jebakan kemaksiatan, manusia harus melakukan perlawanan dari ketiganya, yaitu: pertama; menguatkan keimanan dan hubungan hati dengan Allah swt. dengan senantiasa mengikhlaskan segala amal perbuatan hanya karena Allah. Kedua; mengendalikan rasa marah, karena marah merupakan pangkal sumber dari kezhaliman yang dilakukan oleh manusia. Dan ketiga; menahan diri dari syahwat yang menggoda manusia sehingga tidak jatuh pada perbuatan zina.

Pengaruh Maksiat

Seluruh manusia mengakui bahwa kesalahan yang terkait dengan hubungan antar manusia di dunia secara umum dapat mengakibatkan kerusakan secara langsung. Orang-orang yang membabat hutan hingga gundul akan menyebabkan kerusakan lingkungan, longsor, dan kebanjiran. Sopir yang mengendalikan mobilnya secara ugal-ugalan dan melintasi rel kereta yang dilalui kereta, berakibat sangat parah, ditabrak oleh kereta. Orang yang membunuh orang tanpa hak, maka dia akan senantiasa dalam kegelisahan dan penderitaan. Orang yang senantiasa bohong, hidupnya tidak akan merasa tenang.

Dan pada dasarnya pengaruh kesalahan, dosa, dan kemaksiatan bukan saja yang terkait antar sesama manusia, tetapi antara manusia dengan Allah. Siapakah orang yang paling zhalim, ketika mereka diberi rezki oleh Allah dan hidup di bumi Allah kemudian menyekutukan Allah, tidak mentaati perintah-Nya, dan melanggar larangan-Nya. Jika kesalahan yang dibuat antar sesama manusia akan menimbulkan bahaya, maka kesalahan akibat tidak melaksanakan perintah Allah atau melanggar larangan-Nya, maka akan lebih berbahaya lagi, di dunia sengsara dan di akhirat disiksa. “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Beberapa pengaruh maksiat diantaranya:

1. Lalai dan keras hati

Al-Qur’an menyebut bahwa orang-orang yang bermaksiat hatinya keras membatu. “Karena mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka Telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ma-idah: 13)
Berkata Ibnu Mas’ud r.a., “Saya menyakini bahwa seseorang lupa pada ilmu yang sudah dikuasainya, karena dosa yang dilakukan.”

Orang yang banyak berbuat dosa, hatinya keras, tidak sensitif, dan susah diingatkan. Itu suatu musibah besar. Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa orang yang senantiasa berbuat dosa, hatinya akan dikunci mati, sehingga keimanan tidak dapat masuk, dan kekufuran tidak dapat keluar.

2. Terhalang dari ilmu dari rezeki

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba diharamkan mendapat rezeki karena dosa yang dilakukannya” (HR Ibnu Majah dan Hakim)

Berkata Imam As-Syafi’i, “Saya mengadu pada Waqi’i tentang buruknya hafalanku. Beliau menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat.

Orang yang banyak melakukan dosa waktunya banyak dihabiskan untuk hal-hal yang sepele dan tidak berguna. Tidak untuk mencari ilmu yang bermanfaat, tidak juga untuk mendapatkan nafkah yang halal. Banyak manusia yang masuk dalam model ini. Banyak yang menghabiskan waktunya di meja judi dengan menikmati minuman haram dan disampingnya para wanita murahan yang tidak punya rasa malu. Sebagian yang lain asyik dengan hobinya. Ada yang hobi memelihara burung atau binatang piaraan yang lain. Sebagian lain, ada yang hobi mengumpulkan barang antik meski harus mengeluarkan biaya tak sedikit. Sebagian yang lain hobi belanja atau sibuk bolak-balik ke salon kecantikan. Seperti itulah kualitas hidup mereka.

3. Kematian hati dan kegelapan di wajah

Berkata Abdullah bin Al-Mubarak, “Saya melihat dosa-dosa itu mematikan hati dan mewariskan kehinaan bagi para pelakunya. Meninggalkan dosa-dosa menyebabkan hidupnya hati. Sebaiknya bagi dirimu meninggalkannya. Bukankah yang menghancurkan agama itu tidak lain para penguasa dan ahli agama yang jahat dan para rahib.”

Sungguh suatu musibah besar jika hati seseorang itu mati disebabkan karena dosa-dosa yang dilakukannya. Dan perangkap dosa yang dikejar oleh mayoritas manusia adalah harta dan kekuasaan. Mereka mengejar harta dan kekuasaan seperti laron masuk ke kobaran api unggun.

Tanda seorang bergelimangan dosa terlihat di wajahnya. Wajah orang-orang yang jauh dari air wudhu dan cahaya Al-Qur’an adalah gelap tidak enak dipandang.

4. Terhalang dari penerapan hukum Allah

Penerapan hukum Allah berupa syariat Islam di muka bumi adalah rahmat dan karunia Allah dan memberikan keberkahan bagi penduduknya. Ketika masyarakat banyak yang melakukan kemaksiatan, maka mereka akan terhalang dari rahmat Islam tersebut. (Lihat Al-Maa-idah: 49 dan Al-A’raaf: 96)

5. Hilangnya nikmat Allah dan potensi kekuatan

Di antara nikmat yang paling besar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah pertolongan dan kemenangan. Sejarah telah membuktikan bahwa pertolongan Allah dan kemenangan-Nya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang taat. Sebaliknya, kekalahan dan kehancuran disebabkan karena maksiat dan ketidaktaatan.

Kisah Perang Uhud harus menjadi pelajaran bagi orang-orang beriman. Ketika sebagian pasukan perang sibuk mengejar harta rampasan dan begitu juga pasukan pemanah turun gunung ikut memperebutkan harta rampasan. maka terjadilah musibah luar biasa. Korban berjatuhan di kalangan umat Islam. Rasulullah saw. pun berdarah-darah.

Kisah penghancuran Kota Baghdad oleh pasukan Tartar juga terjadi karena umat Islam bergelimang kemaksiatan. Khilafah Islam pun runtuh, selain dari faktor adanya konspirasi internasional yang melibatkan Inggris, Amerika Serikat, dan Israel, karena umat Islam berpecah belah dan kemaksiatan yang mereka lakukan.

Umar bin Khattab berwasiat ketika melepas tentara perang: ”Dosa yang dilakukan tentara (Islam) lebih aku takuti dari musuh mereka. Sesungguhnya umat Islam dimenangkan karena maksiat musuh mereka kepada Allah. Kalau tidak demikian kita tidak mempunyai kekuatan, karena jumlah kita tidak sepadan dengan jumlah mereka, perlengkapan kita tidak sepadan dengan perlengkapan mereka. Jika kita sama dalam berbuat maksiat, maka mereka lebih memiliki kekuatan. Jika kita tidak dimenangkan dengan keutamaan kita, maka kita tidak dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan kita.”

Oleh karena itu umat Islam dan para pemimpinnya harus berhati-hati dari jebakan-jebakan cinta dunia dan ambisi kekuasaan. Jauhi segala harta yang meragukan apalagi yang jelas haramnya. Karena harta yang syubhat dan meragukan, tidak akan membawa keberkahan dan akan menimbulkan perpecahan serta fitnah. Kemaksiatan yang dilakukan oleh individu, keluarga, dan masyarakat akan menimbulkan hilangnya nikmat yang telah diraih dan akan diraih. Dan melemahkan segala potensi kekuatan. WASPADALAH!

Sumber : www.dakwatuna.com

Tanda Husnul Khatimah

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

Meninggalkan dunia yang fana ini dalam keadaan husnul khatimah merupakan dambaan setiap insan yang beriman, karena hal itu sebagai bisyarah, kabar gembira dengan kebaikan untuknya. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menyebutkan beberapa tanda husnul khatimah dalam kitabnya yang sangat bernilai Ahkamul Jana`iz wa Bida’uha. Berikut ini kami nukilkan secara ringkas untuk pembaca yang mulia, disertai harapan dan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita termasuk orang-orang yang mendapatkan husnul khatimah dengan keutamaan dan kemurahan dari-Nya. Amin!

Pertama: Mengucapkan syahadat ketika hendak meninggal.
Dengan dalil hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menyampaikan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Siapa yang akhir ucapannya adalah kalimat ‘La ilaaha illallah’ ia akan masuk surga.” (HR. Al-Hakim dan selainnya dengan sanad yang hasan [1])

Kedua: Meninggal dengan keringat di dahi.
Buraidah ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu ketika berada di Khurasan menjenguk saudaranya yang sedang sakit. Didapatkannya saudaranya ini menjelang ajalnya dalam keadaan berkeringat di dahinya. Ia pun berkata, “Allahu Akbar! Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Meninggalnya seorang mukmin dengan keringat di dahi.” (HR. Ahmad, An-Nasai, dll. Sanad An-Nasai shahih di atas syarat Al-Bukhari)

Ketiga: Meninggal pada malam atau siang hari Jum’at.
Dengan dalil hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau menyebutkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada seorang muslimpun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad, At-Tirmidz)

Keempat: Syahid di medan perang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati bahkan mereka hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapatkan rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka beriang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang mereka (yang masih berjihad di jalan Allah) yang belum menyusul mereka. Ketahuilah tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka bergembira dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 169-171)

Dalam hal ini ada beberapa hadits:
1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bagi orang syahid di sisi Allah ia beroleh enam perkara, yaitu diampuni dosanya pada awal mengalirnya darahnya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari kengerian yang besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman, dinikahkan dengan hurun ‘in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dengan sanad yang shahih)

2. Salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan: Ada orang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa kaum mukminin mendapatkan fitnah (ditanya) dalam kubur mereka kecuali orang yang mati syahid?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah (ujian).” (HR. An-Nasa`i dengan sanad yang shahih)

Kelima: Meninggal di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang terhitung syahid menurut anggapan kalian?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid.” Beliau menanggapi, “Kalau begitu, syuhada dari kalangan umatku hanya sedikit.” “Bila demikian, siapakah mereka yang dikatakan mati syahid, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Beliau menjawab, “Siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit tha’un maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit perut maka ia syahid, dan siapa yang tenggelam ia syahid.” (HR. Muslim)

Keenam: Meninggal karena penyakit tha’un.
Selain disebutkan dalam hadits di atas juga ada hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tha’un adalah syahadah bagi setiap muslim.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tha’un, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepadanya: “Tha’un itu adalah adzab yang Allah kirimkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Maka Allah jadikan tha’un itu sebagai rahmat bagi kaum mukminin. Siapa di antara hamba (muslim) yang terjadi wabah tha’un di tempatnya berada lalu ia tetap tinggal di negerinya tersebut dalam keadaan bersabar, dalam keadaan ia mengetahui tidak ada sesuatu yang menimpanya melainkan karena Allah telah menetapkan baginya, maka orang seperti ini tidak ada yang patut diterimanya kecuali mendapatkan semisal pahala syahid.” (HR. Al-Bukhari)

Ketujuh: Meninggal karena penyakit perut, karena tenggelam, dan tertimpa reruntuhan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Syuhada itu ada lima, yaitu orang yang meninggal karena penyakit tha’un, orang yang meninggal karena penyakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang gugur di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Kedelapan: Meninggalnya seorang ibu dengan anak yang masih dalam kandungannya.
Berdasarkan hadits Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu. Ia mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa syuhada dari umatnya di antaranya: “Wanita yang meninggal karena anaknya yang masih dalam kandungannya adalah mati syahid, anaknya akan menariknya dengan tali pusarnya ke surga.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, dan Ath-Thayalisi dan sanadnya shahih)

Kesembilan: Meninggal dalam keadaan berjaga-jaga (ribath) fi sabilillah.
Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu menyebutkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berjaga-jaga (di jalan Allah) sehari dan semalam lebih baik daripada puasa sebulan dan shalat sebulan. Bila ia meninggal, amalnya yang biasa ia lakukan ketika masih hidup terus dianggap berlangsung dan diberikan rizkinya serta aman dari fitnah (pertanyaan kubur).” (HR. Muslim)

Kesepuluh: Meninggal dalam keadaan beramal shalih.
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang mengucapkan La ilaaha illallah karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang berpuasa sehari karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang bersedekah dengan satu sedekah karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga.” (HR. Ahmad, sanadnya shahih)

Kesebelas: Meninggal karena mempertahankan hartanya yang ingin dirampas orang lain.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka ia syahid.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu bila datang seseorang ingin mengambil hartaku?” Beliau menjawab, “Jangan engkau berikan hartamu.” Ia bertanya lagi, “Apa pendapatmu jika orang itu menyerangku?” “Engkau melawannya,” jawab beliau. “Apa pendapatmu bila ia berhasil membunuhku?” tanya orang itu lagi. Beliau menjawab, “Kalau begitu engkau syahid.” “Apa pendapatmu jika aku yang membunuhnya?” tanya orang tersebut. “Ia di neraka,” jawab beliau. (HR. Muslim)

Keduabelas: Meninggal karena membela agama dan mempertahankan jiwa/membela diri.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Siapa yang meninggal karena mempertahankan hartanya maka ia syahid, siapa yang meninggal karena membela keluarganya maka ia syahid, siapa yang meninggal karena membela agamanya maka ia syahid, dan siapa yang meninggal karena mempertahankan darahnya maka ia syahid.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa`i, dan At Tirmidzi dari Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dan sanadnya shahih)

Wallahu a’lam bishshawab.

1. Penghukuman hadits ini dari Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam kitab yang sama.
2. Satu pendapat menyebutkan bahwa tha’un adalah luka-luka semacam bisul bernanah yang biasa muncul di siku, ketiak, tangan, jari-jari dan seluruh tubuh, disertai dengan bengkak serta sakit yang sangat. Luka-luka itu keluar disertai rasa panas dan menghitam daerah sekitarnya, atau menghijau ataupun memerah dengan merah lembayung (ungu) yang suram. Penyakit ini membuat jantung berdebar-debar dan memicu muntah. (Lihat Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/425) Penjelasan lain tentang tha’un bisa dilihat dalam Fathul Bari, 10/222,223) -pent.

Kamis, 12 Juli 2012

Rezeki Yang Melimpah Milik Siapa ?

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

Badan Pangan Dunia, Food and Agricultural Organization (FAO) memperkirakan bahwa tahun 2050 – era generasi anak dan cucu kita, dunia membutuhkan produksi pangan 2 kali dari tingkat produksi sekarang untuk mampu bertahan dengan kecukupan pangan bagi penduduknya. Dari mana kebutuhan ini akan dipenuhi di tengah  lahan pertanian di seluruh dunia yang  menyusut 5 – 7 juta hektar per tahunnya? Saat inipun sudah ada sekitar 1 milyar penduduk bumi yang kelaparan, akankah generasi anak cucu kita semakin sengsara? Insyaallah tidak - bila kita berbuat yang tepat saat ini, bahkan di jaman mereka dunia bisa jauh lebih baik! how? Inilah peluangnya…

Pertama yang harus kita sadari adalah bahwa kita-lah yang diberi tugas oleh Allah untuk memakmurkan bumi itu, bukan orang lain. Bukan para konglomerat kapitalis, bukan investor asing – tetapi kita semua yang mendapat tugas itu. Darimana kita tahu bahwa itu tugas kita, bukan tugas orang lain? karena firmanNya ditujukan langsung ke kita:


 هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ


"…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya..." (QS: Hud [11]: 61)

Kedua, setelah kita menyadari tugas itu kemudian melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, sambil terus memohon ampunan kepadaNya dan terus bertaubat, Allah akan memberikan sebagian upahnya di dunia – dan insyallah bagian terbesarnya untuk kehidupan yang abadi nanti.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A'raf [7]: 96)

Ketiga, bahwa dunia yang saat ini sedang menuju keterpurukannya, harus kita yakini akan sampai pada suatu titik dimana arah itu akan berbalik – yaitu kembali menuju ke kemakmurannya. Darimana kita bisa yakin bahwa ini akan terjadi? karena ada kabar yang Sahih dari junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: "Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi dia tidak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai." (HR. Muslim).

Nah sekarang kita sudah seharusnya yakin bahwa bumi masih akan makmur sekali lagi dan rezeki akan melimpah. Pertanyaannya kemudian adalah – apakah kita bisa ikut berperan atau tidak dalam proses pemakmuran tersebut?
Pilihannya ada tiga, yaitu pertama kita ikut berperan aktif dalam pemakmurannya karena itulah tugas kita seperti di ayat tersebut diatas. Kedua, kita tidak berperan – karena kita anggap itu tugas orang lain yang mampu. Ketiga kita berperan sebaliknya, yaitu ikut rame-rame menyengsarakan bumi dan penghuninya.

Apa ada yang mau berperan di peran yang ketiga ini? Diakui atau tidak inilah yang paling banyak terjadi saat ini yaitu peran ketiga. Justru karena lebih banyak peran ketiga yang dimainkan orang – maka lebih dari 1 milyar orang kelaparan di jaman kita. Peran ketiga ini ada yang berbentuk kapitalisme yang menguasai sektor-sektor produksi dan pasar hanya pada segelintir orang sehingga yang lain kelaparan; ada yang menguras kekayaan alam yang non-renewable dengan tidak bertanggung jawab; ada yang membuat hukum-hukum, perataturan –peraturan yang pro si kaya dengan mengabaikan hak si miskin dlsb. dlsb.

Lantas apa bentuk konkritnya bila kita ingin berperan di peran yang pertama? Salah satunya di bidang ekonomi ya yang menjadi isu central situs ini – yaitu bagaimana kita bisa menjadi entrepreneur yang memakmurkan bumi.
Enterpreneur yang mampu meng-eksplore potensi sumber daya alam yang begitu besar, potensi otak-otak manusia yang begitu cerdas, potensi iman yang akan meneguhkan hati dalam pengambilan keputusan, potensi Al-Qur’an yang menjadi sumber dari segala sumber ilmu, Al-Qur’an yang siap menjawab segala macam persoalan dan Al-Qur’an yang menjadi petunjuk lengkap dengan segala penjelasannya.

Konkritnya di lapangan saya melihat begitu banyak ilmu dan teknologi yang berkembang saat ini yang insyaAllah sangat bisa dimanfaatkan untuk memakmurkan bumi. Sebagian ilmu tersebut sudah kita kuasai, sebagian masih dikuasai orang lain – tetapi pada waktunya insyaAllah akan bisa kita gunakan. Ada teknologi biologi melekuler, ada teknologi microba, ada teknologi nano, ada teknologi aerophonic , ada renewable energy dlsb-dlsb yang semuanya menjanjikan untuk di explore.
Dengan ini semua, kita harus bisa mengubah pertanyaan pesimistis dunia dari  ‘how to survive on so little?’ (bagaimana kita bisa bertahan hidup dengan sumber daya yang sangat terbatas), menjadi pertanyaan optimistis ‘what to do with so much…?’ (apa yang harus kita lakukan dengan begitu banyak …).

Keyakinan akan limpahan rezeki itu seyakin kita atas kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang sahih yang mengabarkannya, maka kinilah waktunya berbuat merespon tugas yang diembankan ke kita sesuai ayat tersebut diatas – insyaAllah kita akan mampu memperbaiki dunia untuk anak cucu kita ke depan. InsyaAllah.*

Manisnya Belajar Sambil Beramal

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

Ada banyak harapan ketika kita masuk dalam sebuah lembaga dakwah.  Tak hanya ukhuwah, tapi juga ilmu dan amal tentunya. Bersama sahabat, kita bersama memperjuangkan ketinggian Islam. Tapi, sudahkah amal yang kita perbuat diiringi dengan ilmu? Jangan-jangan, kita begitu terlarut dalam berbagai program yang ingin terlaksana, tapi kita sendiri kropos, roboh? Seringkali kita melupakan ini, ketika kita sibuk menerangi orang lain, tapi kita lupa menerangi diri… seperti lilin yang menerangi sekitarnya, tapi justru membakar dirinya sendiri?

Amal harus dilandasi dengan ilmu 

Allah memberikan kita dua pilihan, melakukan kebaikan atau keburukan, dan kita sebagai manusia memiliki potensi untuk melakukan keduanya. Karena itulah, Allah meminta kita untuk senantiasa mensucikan diri, melakukan berbagai amalan harian yang membeningkan hati kita dan membersihkannya dari noda dosa…

Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams (91): ayat 8,9,10)

Hidup adalah pilihan, seperti itulah kira-kira. Untuk menjadi biasa, tidak biasa atau manusia luar biasa, kita dibebaskan untuk memilihnya.

Manusia seperti Rasulullah, dan sahabat-sahabat terbaik di zamannya adalah contoh manusia luar biasa. Mereka memilih jalan ketakwaan dan meninggalkan kefasikan.  Mereka adalah manusia-manusia yang senantiasa menyebarkan kebaikan berlandaskan ilmu, berlandaskan Al Qur’an dan sunnah… jalan yang mereka tempuh pun bukan jalan yang mudah tanpa hambatan, tapi jalan yang penuh liku. Itulah mengapa mereka membekali diri mereka dengan ilmu sebagai landasan mereka bergerak… agar mereka tak salah melangkah, dan agar tak mudah terjerumus ke jalan yang salah…

Orang-orang shalih di masa dahulu mengatakan “Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majelis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang”. Lihatlah, betapa mahalnya harga ilmu dan dzikir. Sayangnya hal ini tidak bisa dirampas, tetapi harus diikuti prosesnya, dihayati dan diperjuangkan. Maka untuk menuntut ilmu dan melakukan sebuah amal pun memerlukan perjuangan, kesabaran dan keistiqamahan. Namun yakinlah, bahwa waktu yang kita gunakan untuk menuntut ilmu bukanlah waktu yang sia-sia, melainkan Allah berikan padanya pahala yang berlipat ganda dan meningkatkan derajatnya (Al Mujadillah: 11)

Rabu, 11 Juli 2012

Dari Tumbuh Hingga Luruh

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah
  
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah: 148).

Imam Ghazali mengatakan bahwa hati manusia ibarat cermin, sedangkan petunjuk Tuhan bagaikan nur atau cahaya. Seandainya hati seseorang itu bersih maka niscaya setiap langkahnya akan memancarkan cahaya kebaikan yang dengan itu cahaya-nya akan sampai kepada yang lainnya. Bukankah Rasulullah pernah mengatakan bahwa dalam diri manusia ada bagian yang jika bagian itu baik, maka yang lainnya pun akan mengikuti baik?

Menata hati merupakan langkah pertama sebelum menjalankan setiap aktivitas. Karena saat hati kurang baik, maka akan memberikan dampak pula pada aktivitasnya. Niat yang lurus, hati yang bersih dan ikhlas menjadi syarat pertama dalam melaksanakan aktivitas.

Allah menyampaikan di dalam Al Qur’an “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaku” (QS. Adzariyat 56). Menjadi kewajiban setiap orang dalam mengisi waktunya dengan nilai-nilai kebaikan dan nilai ibadah kepada Allah SWT. Mari manfaatkan setiap momentum kebaikan menjadi ajang fastabiqul khairat untuk meraih ridha dari Allah SWT dan kemuliaan di sisiNya. Bukankah kita orang-orang mukmin sudah diberikan jaminan surga yang di dalamnya penuh dengan keindahan dan kenikmatan yang tidak bisa dibayangkan oleh nalar manusia.

“Seorang pun tidak mengetahuinya apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (QS As Sajdah: 17)

“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar”. (QS. At-Taubah: 72)


“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka…”. (QS. At Taubáh: 111)

Menjadi keberkahan yang membanggakan, saat kebaikan yang kita lakukan, amalnya dirasakan orang lain dan buahnya dirasakan oleh kita sendiri. Sungguh sangat indah dan manis rasanya saat batas masa kerja (kematian) tiba, akan tetapi nilai kemanfaatan dari apa yang pernah kita lakukan tetap terkenang dan dirasakan oleh mereka yang masih berkelana di dunia.

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak cucu Adam (yakni umat manusia) telah meninggal dunia, maka telah putuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal: Sedekah zariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim)

Rasulullah SAW pun pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah SWT melihat (menilai) keikhlasan hatimu.” (HR. Muslim)

Rasulullah menyampaikan kepada kita bahwa saat kematian hadir, maka semuanya terputus kecuali tiga hal; sedekah zariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih. Inilah isyarat-isyarat nilai-nilai ibadah, nilai-nilai kebaikan yang Rasulullah ungkapkan yang akan terus mengalir meskipun darah kita terhenti di dunia. Rasulullah pun menyampaikan bahwa nilai kebaikan atas amal itu tidak dipandang dari baiknya pandangan mata dan jasad saja. Akan tetapi kebaikan itu dilihat dan dinilai berdasarkan keikhlasan hati di dalamnya.
Sungguh tidak ada kebaikan yang kecil di sisi Allah SWT. Sekecil apapun kebaikan yang kita kerjakan, maka Allah akan memberikan balasan yang sesuai, pun sebaliknya. Sekecil apapun amal kebaikan yang kita lakukan, maknai bahwa itu adalah sumbangsih kita untuk peradaban, sumbangsih kita untuk umat dan sekecil apapun kejelekan yang kita lakukan, itu adalah sumbangsih kita untuk peradaban. Artinya adalah sebuah kemunduran akan nilai dan peradaban umat.

Selangkah untuk kebaikan lebih baik dari setapak kejelekan yang dilakukan. Memiliki makna pembangunan dan kemunduran pada dimensi keduanya. Bisa jadi amal yang sedikit itu merupakan amalan yang di terima di sisi Allah. Belum tentu pula amalan yang banyak memiliki jaminan akan di terimanya di sisi Allah SWT. Mari berikan energy-energi keikhlasan dalam setiap aktivitas kita.

“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzaraah, niscaya ia akan melihat balasannya” (QS. Azalzalah: 7)

Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang memberikan manfaat untuk orang lain (HR. Bukhari)
Seandainya daun memberikan manfaat dari tumbuh hingga luruh, kita pun sama mari meninggalkan manfaat untuk sekitar dari tumbuh hingga luruh. Wallahu’alam.

Bulan Menyapa Lagi

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

Bulan!

Tidakkah dia begitu cantik dengan kesederhanaannya? Bulat, putih, bercahaya, itu saja. Namun di sanalah letak istimewanya.

Kita?

Seringkali tak menyadari, kecantikan sejati ada pada murninya ciptaan, karena memang DIA sebaik-baik pencipta. Merias sana sini, make up ini itu, bahkan parahnya bertato, mengikir, menyambung rambut, membentuk alis, dan tingkat keterlupaan tertinggi, operasi plastik! Tidakkah begitu sayangnya lembar demi lembar uang yang dikeluarkan? Kalau saja digunakan untuk membantu mereka yang bahkan untuk mencari sesuap nasi pun begitu sulit, sudah berapa banyak yang terselamatkan? Dan lebih mengherankan lagi, terlalu banyak ‘pemuja’, ‘penggemar’, ‘pendukung’ dari para mereka ini. Ah dunia, telah begitu pintar membolak-balikkan fakta, menipu dengan segala hiasannya!

Bulan!

Tidakkah dia begitu ikhlas? Memancarkan sinar dirinya ke segala penjuru tanpa harap balas. Prinsipnya memberi, lalu melupa, bukan menagih.

Kita?

Sayangnya ego itu masih menguasai. Jangankan ikhlas, mencoba ‘tuk memberi saja terlalu banyak alasan yang membelakangi. Kalau bisa bahkan diberi. Kewajiban diri dilimpahkan pada yang lain, tak perlu lihat hal besar, lihat saja hal-hal kecil di sekeliling. Meminta tolong akan hal yang sebenarnya bisa kau lakukan sendiri. Ayolah diri, Islam itu mempunyai derajat yang tinggi, maka yang menganutnya harus punya prinsip yang tinggi pula, tidak akan dan tidak boleh ‘meminta’ selagi masih sanggup membuka mata! Terkecuali bila keadaan begitu mendesak.

Bulan!

Dia tak angkuh akan kedudukan. Waktunya singkat, tak sampai menutupi seluruh malam hingga dijemput cahaya fajar. Namun hari-hari berikutnya tetap sudi menghampiri.

Kita?

Kedudukan itu dicari, bahkan kalau memungkinkan dibeli. Menyikut teman sendiri hal yang biasa, atau mungkin telah menjadi warisan budaya? Merasa iri dan dengki dengan yang lebih meraihnya. Ketika sinar itu meredup dan mengusir, tak ada lagi rasa loyalitas diri, berpindah mencari sinar yang baru. Terus menerus hingga terbuai. Tersibuk akan kesibukan duniawi, melupakan sang Pencipta dan kodrat diri.
Kalau saja setiap orang tak hanya bisa mengagumi, tapi juga bisa mengambil hikmah dari yang dikagumi, kan banyak pembelajaran yang bisa dibagi.

Kalau saja tiap-tiap kebesarannya bisa tersurat menyampaikan pesan hikmah, terlalu banyak yang tersadarkan tanpa perjuangan.

Adilnya DIA, memberi jalan ‘usaha’ sebelum ‘berserah’, layaknya mencari ‘hidayah’ sebelum mendapat ‘hikmah’.
Hasby Rabbi Jalallah…

Jumat, 06 Juli 2012

KeutamaanDzikrul Maut

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

1. Dzikrul maut menghindarkan diri dari kampung tipu daya dan menggiatkan persiapan untuk kampung akhirat. Dalil Hadits : “Hadiah orang mu’min adalah kematian” (HR. Abu Dunya, Thabrani dan Al Hakim secara mursal dengan sanad hasan)

2. Dzikrul maut membongkar berbagai keburukan dunia sehingga menyadarkan manusia bahwa dunia hanyalah perhiasan yang semu tak akan kekal abadi. Dalil Hadits : “Tinggal di dunia ibarat musafir yang sedang istirahat sejenak di bawah pohon untuk kemudian pergi melanjutkan perjalanan.”

3. Dengan dzikrul maut segala kesusahan dan penderitaan dunia menjadi ringan baginya.

4. Dzikrul maut melembutkan hati dan menajamkan bashiroh. Dengan dzikrul maut setiap insan akan merasa perlu untuk memperbaiki dirinya dan terus mengupayakan amal sholeh sebanyak-banyaknya sehingga ia akan berhati-hati dan lebih menghargai orang lain karena baginya tidak ada yang abadi di dunia ini dan setiap orang berpotensi lebih baik dari dirinya, jadi ia tidak tertipu dengan kesenangan dan kebahagiaan semu.

Maut adalah janji Allah yang pasti sedangkan kehadirannya dapat kapan saja. Oleh karena itu kita sebaiknya selalu mengingatkan diri pada kemungkinan bahwa setiap saat maut dapat hadir menemui kita.

Untuk menghadapi maut yang akan datang kapan saja, sebaiknya setiap kita menyiapkan diri. Sebagai contoh, perbedaan orang yang bersegera menyiapkan diri dan orang yang menunda-nunda adalah ibarat menunggu tamu yang akan berkunjung sehari lagi dengan menunggu tamu yang sepekan lagi akan berkunjung. Persiapan kita tentu akan berbeda. Bila kita mengetahui tamu yang akan datang sehari lagi, kita akan merapikan kondisi rumah dengan segera, untuk menyambut tamu tersebut, sedangkan bila tamu akan datang sepekan lagi, kita tidak terburu-buru untuk merapikan rumah tersebut karena kita berpikir masih memiliki waktu yang luang untuk menyiapkannya.

Rasulullah SAW bersabda : “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: Masa mudamu sebelum masa tuamu; Masa sehatmu sebelum masa sakitmu; Masa kayamu sebelum masa kemiskinanmu; Masa luangmu sebelum masa sibukmu; Masa hidupmu sebelum masa kematianmu.” (HR. Abu Dunya dengan sanad hasan) dan dalam riwayat yang lain : “Dua nikmat yang disia-siakan oleh banyak orang ialah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Episode Kehidupan

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

Hal yang paling menyakitkan bagi kebanyakan orang adalah kematian. Bila diceritakan tentang kematian seolah-olah berakhirlah segalanya. Musnah sudah semua yang sudah dirintis dan diusahakannya. Berakhir sudah episode kehidupannya. Berhenti kisah hidupnya. Tak ada lagi yang dapat dilakukan, hanya tinggal mengenang dirinya.

Bagi seorang muslim kematian merupakan bagian dari episode kehidupan yang masih ada kelanjutannya. Tidak berhenti di pintu gerbang kematian saja. Kehidupan di dunia adalah ladang bagi kehidupan selanjutnya, di mana kehidupan tersebut adalah kekal abadi. Oleh karena itu bagi seorang muslim, kematian adalah pintu gerbang yang mengarahkan seseorang menuju keadaan dimana ia akan mendapat balasan atas segala perbuatannya. balasan itu berujung pada dua cabang, yaitu kebahagiaan yang abadi atau kesengsaraan yang tak berkesudahan.

Setiap muslim diajarkan bahwa ada kehidupan setelah kematian. Dengan demikian setiap muslim diperintahkan untuk mempersiapkan diri mencari bekal sebanyak-banyaknya agar mudah dihisab nanti. Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang cerdas adalah orang yang mengendalikan diri dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (HR. Tirmidzi)

Dzikrul maut pada dasarnya melatih jiwa untuk terus mengenal dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Peristiwa kematian baginya bukan sesuatu yang menakutkan, bukan juga merupakan keberakhiran hidup seseorang tanpa mendapat balasan. Baginya peristiwa kematian merupakan pertemuan hamba dengan penciptanya. Agar ia dapat bertemu dengan penciptanya dalam kebahagiaan maka ia perlu menyiapkan sebaik-baiknya bekal. Dengan persiapan inilah diharapkan kelak bila saatnya tiba ia akan menghadap Rabbnya dengan keridhaan dari Rabbnya sehingga bahagia di sisi Allah selamanya.

Kamis, 05 Juli 2012

Ingat Mati

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah
 
Bagi yang masih hidup perbanyaklah mengingat mati ….. karena ……

Pertama, Mengingat mati adalah ibadah yang sangat dianjurkan.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ.

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi).

Kedua, Maut kapan saja bisa menghampiri dan tidak akan pernah keliru dalam hitungannya, maka jauhilah perbuatan dosa dari kesyirikan, bid’ah dan maksiat lainnya.

{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ}

Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al A’raf: 34).

{وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا} [المنافقون : 11]

Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila. datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Munafiqun: 11).

Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,  “Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).

Ketiga, Maut tidak ada yang mengetahui kapan datangnya melainkan Allah Ta’ala semata, tetapi dia pasti mendatangi setiap yang bernyawa, maka jauhilah hal-hal yang tidak bermanfaat selama hidup.

( كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ) [آل عمران : 185]

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari. kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185).

(إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ) [لقمان: 34 ]

Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34).

Keempat, Siapa yang mati mulai saat itulah kiamatnya, tidak ada lagi waktu untuk beramal.

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ كَانَ الأَعْرَابُ إِذَا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَأَلُوهُ عَنِ السَّاعَةِ مَتَى السَّاعَةُ فَنَظَرَ إِلَى أَحْدَثِ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ فَقَالَ «إِنْ يَعِشْ هَذَا لَمْ يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ قَامَتْ عَلَيْكُمْ سَاعَتُكُمْ»

Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Orang-orang kampung Arab jika datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka bertanya tentang hari kiamat, kapan datangnya, lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melihat kepada seorang yang paling muda dari mereka, kemudian beliau bersabda: “Jika hidup pemuda ini dan tidak mendapati kematian, maka mulai saat itulah kiamat kalian datang.” (HR. Muslim).

المغيرة بن شعبة رضي الله عنه: أيها الناس إنكم تقولون: القيامة، القيامة؛ فإن من مات قامت قيامته.

Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian mengucapkan: “Kiamat, kiamat…maka ketahuilah, siapa yang mati mulai saat itulah dibangkitkan kiamat dia.” (Lihat kitab Al Mustadrak ‘Ala majmu’ al Fatawa, 1/88).

Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang demikian itu, karena seorang manusia jika mati, maka dia masuk ke dalam hari kiamat, oleh sebab itulah dikatakan: ‘Siapa yang mati mulailah kiamatnya, setiap apa yang ada sesudah kematian, maka sesungguhnya hal itu termasuk dari hari akhir. Jadi, alangkah dekatnya hari kiamat bagi kita, tidak ada jaraknya antara kita dengannya, melainkan ketika sesesorang mati, kemudian dia masuk ke kehidupan akhirat, tidak ada di dalamnya kecuali balasan atas amal perbuatan. Oleh sebab inilah, harus bagi kita untuk memperhatikan poin penting ini.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).

Kelima, Dengan mengingat mati melapangkan dada, menambah ketinggian frekuensi ibadah
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أكثروا ذكر هاذم اللذات: الموت، فإنه لم يذكره في ضيق من العيش إلا وسعه عليه، ولا ذكره في سعة إلا ضيقها”

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’.
Ad Daqqaq rahimahullah berkata,

“من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة”  تذكرة القرطبي : ص 9

Artinya: “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah” (Lihat kitab At Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al Akhirah, karya Al Qurthuby).

Keenam, Dengan mengingat mati seseorang akan menjadi mukmin yang cerdas berakal, mari perhatikan riwayat berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”, beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”, orang ini bertanya lagi: “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal”. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Ibnu Majah).

Ketujuh, Hari ini yang ada hanya beramal tidak hitungan, besok sebaliknya.

Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,

ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ.

Artinya: “Dunia sudah pergi meninggalkan, dan akhirat datang menghampiri, dan setiap dari keduanya ada pengekornya, maka jadilah kalian dari orang-orang yang mendambakan kehidupan akhirat dan jangan kalian menjadi orang-orang yang mendambakan dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) yang ada hanya amal perbuatan dan tidak ada hitungan dan besok (di akhirat) yang ada hanya hitungan tidak ada amal.” (Lihat kitab Shahih Bukhari).

Tak Ada Yang Abadi

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

Seorang professor senior di sampingku ini kini sudah menginjak umur 74 tahun, namun masih aktif mengajar di kampus. Membimbing kami, menyampaikan ilmu, berbagi ilmu dan pengalaman hidup. Subhanallah. Ia pun masih menyetir sendiri mobilnya, olahraga tenis, dan beraktivitas lainnya layaknya orang yang masih muda.

Namun tetap tak dapat dipungkiri, raganya tak sekuat dulu, tak sesigap dulu, tak sesegar dulu. Kini kulitnya sudah berkeriput, kulihat gerakan tangannya bergetar, pandangan matanya sudah tak fokus lagi. Bicaranya sudah mulai terbata-bata, dan pendengarannya pun sudah melemah.

Penampilannya seperti kurang terurus, aku tak tau apakah istrinya masih ada atau tidak. Anak lelakinya, dua-duanya sudah besar dan sukses. Satu hakim, satu dosen jebolan US. Entahlah, aku merasa iba saja melihatnya. Ke mana anak-anaknya? Tak adakah yang merawat beliau? Aku suka sekali dengan kesahajaannya, dengan penampilan sederhananya. Namun tetap saja aku merasa kasihan padanya, seolah tak ada yang mengurusi dan merawat.

Pangkat professor, paper yang dipublish dimana-mana, jalan-jalan ke berbagai negara, penghasilan yang besar, istri, anak-anak yang sukses, pada akhirnya akan pergi meninggalkan kita, kecuali amalan yang akan menemani kita.

Tak ada yang abadi di dunia ini. Yang muda akan menjadi tua, yang hidup akan mati, yang kaya jatuh miskin, yang sehat menjadi sakit, yang punya kekuasaan pun lambat laun akan lengser. Namun banyak yang tak menyadarinya. Tak sadar kalau semua ini sementara, tak abadi. Bahkan akhir hidup di dunia pun adalah misteri yang kita tak tau kapan datangnya. Beruntung bagi mereka yang sedang dan selalu mempersiapkan bekal untuk mati, namun sungguh rugi bagi mereka yang melulu memikirkan kehidupan dunia, entah itu mencari uang sebanyak-banyaknya, gila jabatan, gila pujian, dll. Lalu di manakah letak diri ini? Masuk golongan yang manakah diri ini? Astaghfirullaahal ‘Adziim…

Wahai diri, sadarlah semua hanya titipan dan akan kembali pada-Nya…

Di sisa umurku ini, semoga kebaikan yang mendominasi, semoga kebaikan yang dapat aku pancarkan, semoga kebaikan yang selalu aku lakukan, semoga…

Rabbi, jika sampai waktuku… izinkan diri ini kembali pada-Mu dengan husnul khatimah, aamiin…

Cukuplah Kematian Sebagai Nasihat

H. Akbar
Kepala Unit
Layanan Jenazah Arrafiiyah

“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.

Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga

Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”

Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa

Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa

Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.

Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.

Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara

Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga

Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Selasa, 03 Juli 2012

Tatacara Shalat Jenazah

H. Akbar
Kepala Unit Layanan Jenazah
Arrafiiyah


Tatacara Shalat Jenazah :

1. a. Niat shalat jenazah laki-laki sebagai berikut:

اُصَلِّي علي هذا الَميّتِ ِلله تعالي
 
    b. Niat shalat janazah perempuan sebagai berikut :

اصلي علي هذه الميتة لله تعالي

    c. Apabila dilakukan secara berjamaah, tambahkan kata ma'muman atau imaman (sesuai posisi anda)
        sebelum kata lillahi ta'ala.

2. Shalat jenazah dilakukan dengan berdiri saja. Tanpa duduk.

3. Jumlah takbir shalat jenazah ada empat.
    a.  Takbir pertama membaca : Surat Al Fatihah
    b. Takbir kedua membaca sholawat Nabi. Contoh, Allahumma sholli 'ala Sayyidina Muhammad

اللهُمّ صلِّ علَي سَيِدِنا مُحمّد

    c. Takbir ketiga membaca doa untuk mayit. Contoh, Allahumma ighfir lahu (laha) wa afihi wa'fu 'anhu

اللهم اغْفِرْ لَه وعافِهِ واعْفُ عنه

    d. Takbir keempat membaca salam sbb : assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Niat yang lengkap (hukumnya sunnah) :

أصلِّي علي هذا الميت أربَعَ تَكبيرات فَرْضَ الكِفايَةِ لله تعالي 

Pengertian Shalat Jenazah

H. Akbar
Kepala Unit Layanan Jenazah
Arrafiiyah

Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk memberi penghormatan terakhir pada seorang muslim yang sudah meninggal baik itu perempuan atau laki-laki. Anak kecil atau orang tua. Shalat jenazah ada dua macam yaitu shalat ghaib dan shalat jenazah (hadir). Shalat ghaib adalah shalat jenazah yang dilakukan tidak di hadapan mayit (jenazahnya berada di tempat lain atau sudah dimakamkan). Shalat jenazah hadir atau disebut dengan sholat jenazah saja adalah shalat jenazah yang dilakukan di depan mayit dan dilaksanakan sebelum pemakaman.

Program




LAYANAN PENGURUSAN JENAZAH
YAYASAN ARRAFIIYAH

LAYANAN

             Fasilitas Layanan Pengurusan Jenazah meliputi :
A. Akomodasi
1. Pemasangan bendera kuning di sekitar rumah duka dengan jumlah sesuai kebutuhan.
2. Pemasangan 1 unit tenda berukuran 6 x 4 m2 di halaman rumah duka, jika memungkinkan.

B. Memandikan
1. Pada dasarnya memandikan jenazah dilakukan oleh keluar-ganya.
2. Jika pihak keluarga tidak bersedia, maka Yayasan menyediakan tenaga untuk memandikan, baik laki-laki maupun perempuan.

C. Mengafani
1. Pada dasarnya mengafani jenazah juga dilakukan oleh keluarga.
2. Dalam hal keluarga tidak bersedia, maka Yayasan menyediakan tenaga untuk mengafani, baik laki-laki maupun perempuan.

D. Menyalatkan
1. Pada dasarnya menyalatkan jenazah dilakukan oleh keluarga bersama masyarakat dan dipimpin oleh seorang tokoh agama.
2. Dalam hal keluarga dan masyarakat tidak ada yang bersedia, maka Yayasan Arrafiiyah menyediakan tenaga untuk itu.

E. Mengantarkan sampai Tempat Pemakaman
1. Yayasan berkewajiban mengantarkan jenazah sampai ke tempat pemakaman.
2. Fasilitas kendaraan yang digunakan adalah ambulance.

F. Menguburkan
1. Fasilitas pemakaman yang disediakan Yayasan adalah Tempat Pemakaman Umum milik Pemda Kabupaten Bogor yang berlokasi di Desa Sukamakmur Kecamatan Ciomas.
2. Dalam hal keluarga meminta untuk dikuburkan di tempat lain, maka Yayasan akan memfasilitasinya.

PESERTA

Seseorang untuk bisa mendapat layanan pengurusan jenazah seperti tersebut di atas, seseorang harus terdaftar sebagai peserta. Syarat menjadi peserta adalah :
1. Mengisi formulir pendaftaran
2. Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)

HAK DAN KEWAJIBAN

1. Peserta berkewajiban untuk membayar iuran wajib sebesar Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) setiap bulan.
2. Keluarga berkewajiban melaporkan kepada Yayasan jika peserta layanan meninggal dunia.
3. Jika seluruh persyaratan dan kewajiban telah ditunaikan, maka peserta berhak mendapatkan layanan seperti tersebut di atas tanpa harus mengeluarkan biaya apapun.

LAIN-LAIN

Hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam ketentuan ini akan diatur tersendiri oleh Yayasan.